Kamis, 26 Jun 2025
Media Rakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Jika berminat dengan sourcode web portal ini bisa hubungi nomor whatsapp 0856-735-4414
Selain nomor diatas adalah palsu.
Jangan Chat jika masih berpikiran ini penipuan ya!
Website udah 100% selesai, jadi siap dikirim.


Ada juga sourcode toko online, psikotes dan aplikasi absensi
Suriah, Negeri yang Tenggelam dalam Airmata dan Api
Tragedi Suriah
Penulis: Meja Redaksi Lidah Rakyat
Politik - 09 Dec 2024 - Views: 187
image empty
Ilustrasi

  • Suriah, tanah yang dulu menjadi saksi peradaban agung, kini menjelma menjadi panggung horor tanpa akhir. Langit biru yang seharusnya melindungi warganya kini berubah menjadi layar kematian, dihiasi jet tempur yang berlari seperti kilat, menghamburkan bom seakan bunga api di festival neraka. Di jalanan Damaskus, suara azan bercampur dengan tangis anak-anak dan deru tank, seolah malaikat dan setan tengah berlomba untuk menaklukkan jiwa-jiwa manusia. 

  • Bashar al-Assad, presiden yang dulunya dielu-elukan, kini seperti bayang-bayang. Dia lenyap, menjadi misteri. Ada yang bilang dia bersembunyi di Rusia, mungkin sedang minum teh bersama Putin. Ada juga yang percaya dia kini berlindung di bawah jubah Iran. Atau mungkin dia hanya sekadar hantu politik, ada di mana-mana tapi tidak terlihat di mana-mana. Sementara itu, keluarganya dilaporkan melarikan diri entah ke mana. Nasib mereka, seperti nasib negaranya, mengambang di atas lautan takdir yang tak pasti.

  • Di daratan, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) bergerak cepat. Kelompok ini seperti badai yang tak bisa dihentikan. Kota demi kota jatuh ke tangan mereka. Aleppo, Hama, Deir al-Zor—nama-nama yang dulu menjadi simbol kekuatan Suriah kini hanya serpihan memori. Damaskus, jantung negeri ini, kini terengah-engah. Pemberontak berdiri di pintu gerbangnya, bersiap melancarkan serangan terakhir. Warga Damaskus menyembunyikan harapan mereka di bawah lantai, bersama makanan dan sisa-sisa doa yang mungkin tak sempat dijawab.

  • Di atas semua kekacauan ini, langit Suriah dipenuhi suara negosiasi rahasia dan bisikan ambisi global. Rusia dan Iran berdiri di sisi pemerintah Suriah, memainkan peran mentor yang setia. Di seberang mereka, Amerika Serikat, Israel, Turki, Arab Saudi, dan UEA bagaikan serigala lapar, mengintai kesempatan untuk mencakar lebih dalam. Ini bukan lagi perang, ini adalah pesta kehancuran di mana manusia hanyalah menu utama yang diperebutkan.

  • Tapi Suriah adalah medan laga yang tak seperti lainnya. Proxy war ini lebih menyerupai mimpi buruk dari imajinasi terburuk manusia. HTS bukan hanya kelompok pemberontak. Mereka adalah bayangan gelap dari sebuah dunia di mana kekuasaan lebih penting dari kemanusiaan. Mereka datang membawa senjata, tapi mereka juga membawa sesuatu yang lebih mematikan,  ketakutan yang membekukan darah, menghancurkan pikiran.

  • Damaskus kini seperti seorang wanita tua yang lelah, duduk di ambang pintu rumahnya yang separuh hancur, menatap ke langit yang dipenuhi asap dan pesawat. Warga kota berbisik di antara reruntuhan, “Berapa lama lagi? Kapan ini semua berakhir?” Tapi siapa yang mendengar? Dunia terlalu sibuk bermain catur geopolitik. Suriah hanyalah papan permainan yang siap dibalik kapan saja. 

  • Pada akhirnya, rakyat jelata adalah korban abadi. Mereka tidak peduli siapa yang menang atau siapa yang kalah. Mereka hanya ingin pulang ke rumah tanpa khawatir langit akan runtuh di atas kepala. Mereka ingin kembali melihat anak-anak mereka bermain, bukan berlari menghindari bom. Tapi mungkin itu hanyalah mimpi. Karena di Suriah, mimpi pun kini terfragmentasi, seperti kaca yang pecah berkeping-keping. 

  • Dunia menonton, tapi dunia tidak benar-benar peduli. Seperti biasanya, perang di Suriah adalah pertunjukan mahal yang dibayar dengan darah orang tak berdosa. Meski setiap pertunjukan pasti ada akhirnya, Suriah seolah ditakdirkan untuk terus berjalan di panggung tragedi ini, selamanya.

  • So, bersyukur ente bisa hidup di negeri bernama Indonesia ini. Masih aman, tenteram, adem, dan masih enak ngopi di mana pun. (Rosadi Jamani)