Jika berminat dengan sourcode web portal ini bisa hubungi nomor whatsapp 0856-735-4414
Selain nomor diatas adalah palsu.
Jangan Chat jika masih berpikiran ini penipuan ya!
Website udah 100% selesai, jadi siap dikirim.
Penulis: Meja Redaksi Lidah Rakyat Politik -
12 Nov 2024 -
Views: 182
Ilustrasi
Lama sekali tak membahas perang Rusia vs Ukraina. Belum ada tanda-tanda damai. Sepertinya sih tak mau damai. Padahal, kalau di sini damai itu indah (amplop). Justru makin membara dengan masuknya tentara Korea Utara bela Rusia. Serunya lagi, Korea Selatan tak ketinggalan peran, akan membantu Ukraina. Sambil ngopi di Jalan Apel Pontianak, yok kita intip lagi perang yang katanya akan memicu Perang Dunia III ini.
Jadi begini, wak! Korea Utara, yang biasanya sibuk dengan parade rudal dan pidato-pidato berapi-api Kim Jong Un di tengah kota Pyongyang yang penuh layar LED raksasa (di mana penonton dipaksa tepuk tangan sambil menangis haru), kini resmi terjun ke dalam drama besar dunia, perang Rusia vs Ukraina. Ini bukan lagi sekadar cameo, melainkan peran utama sebagai sidekick Rusia.
Ketika KCNA mengumumkan, Kim Jong Un meratifikasi pakta pertahanan dengan Rusia, banyak yang bertanya-tanya, "Apakah Kim Jong Un sedang audisi untuk peran villain dalam film superhero?" Bayangkan, dengan penuh kebanggaan, dekrit itu disebut-sebut sebagai pengesahan heroik di dunia maya ala Marvel. Putin pun, seperti Tony Stark yang sudah bosan, menandatangani perjanjian itu dengan senyum setengah. Skenario ini ibarat crossover tak masuk akal di mana Thanos berteman dengan Joker. Dua penjahat beda dimensi yang akhirnya bekerja sama untuk mengalahkan Avengers. Dalam hal ini, Avengers adalah Barat, dengan NATO menjadi Captain America yang mengomel tentang aturan main.
Rusia mendapat peluru artileri dan rudal dari Korea Utara. Sementara Korea Utara mendapatkan blueprint teknologi canggih dari Rusia. Tidak ada yang tahu bagaimana barter ini disusun. Bayangkan Putin berkata, "Kamu kirim peluru, saya kasih cara bikin roket yang bisa sampai ke Mars." Di kepala Kim, ini pasti terdengar seperti kesepakatan abad ini. Sementara rakyatnya masih mengunyah rumput (literally) untuk sarapan, sang pemimpin sibuk menyiapkan bazooka untuk dunia. Kabarnya, 10.000 tentara Korea Utara telah dikirim ke Rusia untuk terjun dalam pertempuran. Dalam laporan dari Barat, tentara ini dikenal dengan julukan "Prajurit Berkarbohidrat Rendah" mengacu pada suplai logistik mereka yang diduga hanya sepotong nasi dan doa. Tentara ini mungkin menjadi pahlawan epik, seperti ninja yang menyusup dengan strategi ‘satu peluru, seribu doa’.
Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, yang mungkin baru saja selesai menonton episode terakhir Squid Game, tiba-tiba menyatakan bahwa negaranya siap mendukung Ukraina. Tapi ingat, Korsel tidak akan langsung kirim tim dari K-Drama atau idol K-Pop, melainkan senjata betulan. Di bawah revisi Undang-Undang Perdagangan Luar Negeri, Korsel harus mengubah kebijakan sebelum bisa mengganti panci dan panci nasi elektronik dengan misil dan mortir. Perang ini kini bukan sekadar konflik geopolitik, melainkan sitkom global di mana penonton bingung apakah harus tertawa, menangis, atau mengisi formulir pengajuan visa untuk Mars. Dengan peran baru Korea Utara dan manuver Korsel yang berubah dari ekspor boy band menjadi ekspor senjata, kita sedang menyaksikan babak baru drama dunia yang entah bagaimana bakal berakhir. Satu hal yang pasti, di antara ledakan artileri dan perjanjian absurd, dunia sedang tertawa getir sambil menggigit kuku, dan mungkin Kim Jong Un juga.*