Kamis, 26 Jun 2025
Media Rakyat | Aspirasi, Berani dan Aksi
Jika berminat dengan sourcode web portal ini bisa hubungi nomor whatsapp 0856-735-4414
Selain nomor diatas adalah palsu.
Jangan Chat jika masih berpikiran ini penipuan ya!
Website udah 100% selesai, jadi siap dikirim.


Ada juga sourcode toko online, psikotes dan aplikasi absensi
Jejak Persahabatan Kita
Puisi Lidah Rakyat
Penulis: Leni Marlina
Style - 14 Nov 2024 - Views: 608
image empty
Ilustrasi AI
Ilustrasi Puisi Leni Marlina "Persahabatan". Sumber gambar: Starcom Indonesia's Artwork No.115 by AI

/1/
Waktu yang Tak Pernah Menghapus Jejak Kita


Meski jarak merenggangkan tangan kita,
dan waktu mencoba memutar ulang kenangan,
ingatlah, jejak kita tak pernah hilang.

Seperti akar yang menggenggam tanah,
meski di bawah batu, di bawah tanah yang keras,
kita tetap terhubung-tak bisa dipisahkan.

Waktu bisa merubah wajah kita,
tapi tak akan pernah mampu menghapus jejak yang kita tinggalkan.

UGM, Jogyakarta,  2009



/2/

Di Mana Pun Kau Berada

Kau mungkin tak lagi di sini,
tapi setiap angin yang menyapu,
adalah aku yang menemanimu.

Setiap petir yang menggelegar di langit,
adalah suara kita yang berbicara,
setiap hujan yang jatuh di bumi,
adalah airmata yang tumpah bersama,
meski kita terpisah oleh waktu dan jarak,
aku di sini, denganmu, seperti dulu.

UGM, Jogyakarta,  2009



/3/
Kapan Pun, Di Mana Pun, Engkau Ada


Mungkin kita tidak lagi saling bertemu
seperti dulu,
tapi aku selalu ada di ujung setiap doamu.

Aku adalah bayangan yang selalu ada
di setiap malam gelap yang kau rasakan,
aku adalah cahaya yang menyala dalam hatimu
meski kau tak bisa melihatku lagi.

Jarak hanya sekadar angka,
waktu hanya sekadar ketik,
aku tetap ada, di mana pun kau berada,
selalu ada, selalu menemani.

UGM, Jogyakarta,  2009



/4/
Langkah Kaki yang Tak Pernah Gentar


Kau mungkin merasa sendirian,
terombang-ambing oleh dunia yang seakan berputar lebih cepat.
Namun, ingatlah, setiap langkahmu adalah langkah kita.

Meski tak lagi bersama,
langkah kaki kita telah menyatu dalam takdir.
Jarak tak pernah menakutkan kita,
waktu tak pernah mengurangi keberanian kita.

Kita adalah dua jiwa yang tak pernah gentar,
jalan yang berbeda hanya membuat kita lebih kuat.

UGM, Jogyakarta,  2009


/5/
Rindu yang Tak Pernah Padam


Waktu telah memisahkan kita,
namun rindu itu tetap membara.
Seperti api yang tak pernah padam,
meski hujan mencoba memadamkannya.

Jarak hanya menunda pertemuan,
tapi tak akan pernah mampu menghalangi
keinginan untuk kembali bersama.

Aku di sini, di setiap angin yang kau rasakan,
di setiap malam yang kau lewati,
karena rindu kita adalah api yang tak bisa dipadamkan.

Bangka Belitung, 2013



/6/
Jejak Yang Tak Terhapus Waktu


Kau jauh di sana,
tapi jejakmu tetap ada di setiap detak jantungku.

Meski dunia memisahkan kita,
meski waktu mencoba memupus kenangan,
aku tahu—jejak itu tak akan pernah hilang.

Kita adalah dua kaki yang berjalan bersama,
dan meskipun satu melangkah ke arah lain,
kita tetap berjalan di jalan yang sama.

Karena tak ada waktu yang cukup untuk menghapus kenangan kita.

Bangka Belitung, 2013


/7/
Suara yang Tak Pernah Berhenti

Kau tidak mendengar suaraku lagi,
tapi percayalah, suara kita tetap bergema.

Di dalam setiap ruang yang kita lewati,
di dalam setiap angin yang kita hirup,
suara itu tak pernah berhenti,
terus bergema dalam setiap langkah kita.

Waktu bisa membuat kita terdiam,
tapi tak akan pernah membuat kita terputus.
Aku di sini, dalam setiap bisikan yang kau dengar,
karena kita adalah dua suara yang tak akan pernah hilang.

Bangka Belitung, 2013.

/8/
Dalam Diam, Kita Tetap Bersama


Meski kata-kata jarang kita ucapkan lagi,
perasaan kita tetap berbicara.

Dalam diam, kita tetap bersama,
meski dunia mencoba memisahkan.

Seperti dua bintang yang tak tampak di langit,
tapi tetap ada dalam kegelapan malam.

Kau mungkin tak melihatku,
tapi aku tahu, kau merasakannya-
bahwa kita tetap bersama, meski tak terucap.

Bangka Belitung, 2013


/9/
Rangkaian Waktu yang Tak Terhenti


Waktu telah membawa kita ke tempat yang berbeda,
tapi jangan pernah ragu,
rangkaian waktu kita tak pernah terhenti.

Seperti sungai yang mengalir ke laut,
meski belokan terpisah jauh,
aliran itu tetap menghubungkan kita.

Aku di sini, dalam setiap detik yang kau lewati,
menunggu untuk bertemu kembali,
karena waktu kita tak akan pernah habis.

Bangka Belitung, 2013


/10/
Aku, Engkau, Kita—Tak Terpisahkan


Aku mungkin tak bisa lagi mendengarmu,
tapi hati kita tetap berbicara dalam bahasa yang tak terucapkan.

Engkau di sana, aku di sini—
tapi kita tetap berjalan pada jalan yang sama,
karena kita adalah satu,
tidak terpisahkan oleh jarak,
tidak tergoyahkan oleh waktu.

Di dalam setiap detik,
ada aku, ada engkau, ada kita—
terikat dalam ikatan yang tak bisa diputuskan oleh dunia.

Bangka Belitung, 2013
----------------------------

Riwayat Singkat Penulis:

Kumpulan puisi ini awalnya ditulis oleh Leni Marlina hanya sebagai hobi dan koleksi puisi pribadi tahun 2008 & 2013. Tahun 2009, sebagian puisi ini ditulis selama penulis menjalani magang di PTIK UGM Jogyakarta. Tahun 2013, sebagian puisi ini ditulis saat mengunjungi tempat bekas penahanan Bapak Sukarno dan pejuang kemerdekaan lainnya di Muntok Bangka, kepulauan Bangka Belitung.

Kumpulan puisi tersebut direvisi kembali serta dipublikasikan pertama kalinya melalui media digital tahun 2024.

Saat ini, Leni Marlina merupakan anggota aktif Asosiasi Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat. Ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair & Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC Shanghai Huifeng International Literary Association. Selain itu, Leni terlibat dalam Victoria's Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.

Leni juga merupakan pendiri dan pemimpin sejumlahkomunitas digital yang berfokus pada sastra, pendidikan, dan sosial, di antaranya:, (1) Komunitas Sastra Anak Dunia (WCLC): https://rb.gy/5c1b02, (2) Komunitas Internasional POETRY-PEN; (3) Komunitas PPIPM (Pondok Puisi Inspirasi Masyarakat): https://tinyurl.com/zxpadkr; (4) Komunitas Starcom Indonesia (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia): https://rb.gy/5c1b02.

Komentar (59)
Fany Margareta
27 Desember 2024, 16:54 WIB
The writing style of this poem is emotive and symbolic, using vivid natural imagery to express deep emotional connections despite physical separation. The strategy focuses on blending simplicity with metaphor, where elements like thunder, rain, and tears represent communication and shared experiences. The repetition of phrases like "together" and "I am here, with you, just like before" reinforces the enduring bond, creating a sense of timelessness and closeness despite external barriers.
Zahrah Nabila (20019023) 24 JD I-E Trans JM 9-10 Nkall 21 LM
Fany Margareta
27 Desember 2024, 16:54 WIB
Every thunderclap that rumbles in the sky,
is the sound of our voices speaking,
every raindrop falling on the earth,
is a tear shed together,
though we are separated by time and distance,
I am here, with you, just like before.

Zahrah Nabila (20019023) 24 JD I-E Trans JM 9-10 Nkall 21 LM
Fany Margareta
27 Desember 2024, 16:53 WIB
Setiap petir yang menggelegar di langit,
adalah suara kita yang berbicara,
setiap hujan yang jatuh di bumi,
adalah airmata yang tumpah bersama,
meski kita terpisah oleh waktu dan jarak,
aku di sini, denganmu, seperti dulu.

Zahrah Nabila (20019023) 24 JD I-E Trans JM 9-10 Nkall 21 LM
Muhammad Farez
26 Desember 2024, 23:29 WIB
Bait Puisi yang saya sukai:

Jarak hanya sekadar angka,
waktu hanya sekadar ketik,
aku tetap ada, di mana pun kau berada,
selalu ada, selalu menemani.

Bait puisi tersebut mengandung makna yang mendalam tentang keteguhan dan keberadaan yang tidak terikat oleh ruang dan waktu. "Jarak hanya sekadar angka" menunjukkan bahwa meskipun secara fisik ada jarak antara dua pihak, itu tidak menghalangi kedekatan atau hubungan batin mereka. "Waktu hanya sekadar ketik" mengisyaratkan bahwa meskipun waktu terus berlalu, perasaan atau keberadaan yang sesungguhnya tidak terpengaruh oleh waktu. "Aku tetap ada, di mana pun kau berada, selalu ada, selalu menemani" menyiratkan bahwa entitas yang berbicara dalam puisi ini (mungkin seseorang atau bahkan konsep seperti cinta, doa, atau kenangan) akan selalu ada dan mendampingi, terlepas dari segala perubahan fisik atau temporal. Secara keseluruhan, bait ini berbicara tentang sebuah keberadaan yang abadi, yang tidak terbatas oleh jarak atau waktu, dan selalu hadir dalam kehidupan seseorang sebagai bentuk dukungan atau kasih sayang yang tak terpisahkan.
Elsen Agustina Sigalingging - JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM
Reza Harahap
26 Desember 2024, 12:28 WIB
Salah satu larik yang menarik dalam puisi *Waktu yang Tak Pernah Menghapus Jejak Kita* adalah "Seperti akar yang menggenggam tanah, meski di bawah batu, di bawah tanah yang keras, kita tetap terhubung-tak bisa dipisahkan." Larik ini menggambarkan hubungan yang kuat dan tak terputus, meskipun ada rintangan atau kesulitan yang menghadang. Analogi akar yang menggenggam tanah menggambarkan kedalaman ikatan yang tidak bisa tergoyahkan oleh apapun, bahkan oleh kerasnya batu dan tanah. Terjemahan larik ini ke dalam bahasa Inggris adalah, "Like roots that grip the earth, even beneath stones, beneath the hard ground, we remain connected—unable to be separated." Dalam penerjemahannya, teknik yang digunakan adalah menjaga kesetiaan terhadap gambaran metaforis yang sangat kuat dalam bahasa Indonesia, sehingga pembaca bahasa Inggris dapat merasakan kedalaman makna yang sama. Penggunaan kata "grip" untuk menggambarkan pegangan akar terhadap tanah, serta "remain connected" yang mempertahankan esensi keterhubungan, sangat efektif dalam mempertahankan makna asli dan menciptakan nuansa yang sama dalam bahasa penerjemah.Aula Fitria Zhahrah Group 1
No urut 5
24 JD I-E TRANS JM9-10 NKall21 LM